MANGKUNEGARAN





Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 6 Yogyakarta

Semester ini kami maestro UPW SMKN 6 Jogja kembali touring, kali ini rangkaiannya Solo City Tour. Dengan salah satu tujuan pokok istana mangkunegaran. Tugas kami hanya mendengar pak Guide menjelaskan. Begini singkatnya,
Puro Mangkunegaran dibangun pada tahun 1757, dua tahun setelah dilaksanakan Perundingan Giyanti yang isinya membagi pemerintahan Jawa menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Kerajaan Surakarta terpisah setelah Pangeran Raden Mas Said memberontak dan atas dukungan sunan mendirikan kerajaan sendiri. Raden Mas Said memakai gelar Mangkunegoro I dan membangun wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian sungai Pepe di pusat kota yang sekarang bernama Solo.
Puro Mangkunagaran yang sebetulnya awalnya lebih tepat disebut tempat kediaman pangeran daripada istana, yang dibangun mengikuti model kraton tetapi bentuknya lebih kecil. Bangunan ini memiliki ciri arsitektur yang sama dengan kraton, yaitu pada pamedan, pendopo, pringgitan, dalem dan kaputran, yang seluruhnya dikelilingi oleh tembok yang kokoh.





Seperti bangunan utama di kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta, Puro Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan selama puncak masa pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang popular saat itu.
Begitu pintu gerbang utama dibuka tampaklah pamedan, yaitu lapangan perlatihan prajurit pasukan Mangkunagaran. Bekas pusat pasukan kuda, gedung kavaleri ada di sebelah timur pamedan. Pintu gerbang kedua menuju halaman dalam tempat berdirinya Pendopo Agung yang berukuran 3500 m2. Pendopo yang dapat menampung lima sampai sepuluh ribu orang orang ini, selama bertahun-tahun dianggap pendopo yang terbesar di Indonesia. Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh di hutan Mangkunegaran di perbukitan Wonogiri. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku.
Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna pari anom (padi muda) warna khas keluarga Mangkunegaran. Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa dan dari langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik. Pada mulanya orang-orang yang hadir di pendopo duduk bersila di lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad ke-19 waktu pemerintahan Mangkunegoro VI.



Komentar

Postingan Populer