CANDI GAMPINGAN, HIDDEN LEGACY YANG HAMPIR DILUPAKAN



Teringat saat kecil dulu, jaman SD ketika mendapatkan sepeda baru. Agenda mingguan ya gowes bareng temen. Salah satu tujuannya adalah candi gampingan. Letaknya di dusun Gampingan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul atau dari arah jalan wonosari km 9,5 tepatnya sebelum kids fun dari arah barat, ada belokan ke kanan ke arah selatan ikuti jalan aja sampai pertigaan pertama belok kanan lagi  sedikit dan belok kiri candi kecil ini terletak di sebelah timur SD Cepokojajar 1 saat ini letaknya tak jauh dengan pembuat batu bata. Bentuk candi ini memang tidak sempurna tapi menyimpan banyak cerita. Sayangnya warga sekitar terkadang mengabaikan keberadaan peninggalan sejarah ini.
Candi Gampingan yang diperkirakan dibangun antara tahun 730 - 850 M diyakini merupakan tempat pemujaan Dewa Jambhala (Dewa Rejeki, anak Dewa Siwa). Hal itu didasari oleh penemuan Arca Jambhala ketika penggalian. Jambhala digambarkan sedang dalam keadaan semedi, tubuhnya duduk bersila sementara matanya terpejam. Bagian tubuhnya dihiasi oleh unsur ikonografis (asana) berupa bunga teratai yang memiliki daun berjumlah 8 helai sebagai lambang cakra dalam tubuh manusia.
Figur Jambhala di candi ini berbeda dengan yang ada di candi lainnya. Umumnya, Jambhala di candi lain digambarkan dengan mata lebar yang menatap ke arah pemujanya disertai dengan beragam hiasan yang melambangkan kemakmuran dan kemewahan. Diyakini, penggambaran berbeda ini didasari oleh motivasi pemujaan, bukan untuk memohon kemakmuran tetapi bimbingan agar dapat mencapai kebahagiaan sejati.
Candi yang ditemukan oleh pembuat batu bata sekitar tahun 1995 ini mempunyai keunikan tersendiri yaitu tentang relief-relief  hewan di kaki candi yang dihiasi oleh  sulur-suluran, yaitu padmamula (akar tanaman teratai) yang diyakini sebagai sumber kehidupan.
Aku sempat baca di yogyes, kalo jenis hewan yang mendominasi relief yaitu burung-burungan. Seperti burung gagak ada pula burung pelatuk. Hal ini berkaitan dengan keyakinan masyarakat tentang kekuatan transedental/burung yang diyakini sebagai perwujudan dewa dan burung juga berkaitan dengan kebebasan absolut manusia yang dicapai setelah berhasil meninggalkan kehidupan duniawi, lambang jiwa manusia yang lepas dari raganya.
Relief  hewan lain yang juga banyak digambarkan adalah katak. Masyarakat saat itu percaya bahwa katak memiliki kekuatan gaib yang mampu mendatangkan hujan, sehingga katak juga dipercayai mampu meningkatkan produktivitas, karena air hujan yang didatangkan katak bisa meningkatkan hasil panen. Katak yang sering muncul dari air juga melambangkan pembaharuan kehidupan dan kebangkitan menuju arah yang lebih baik.




Komentar

Postingan Populer