SUROLOYO, KIBLAT PANCERING BUMI
Pagi
ini aku dikagetkan dengan alarm handphone yang berdering pukul 05.00 namun
karena aku beranggapan masih terlalu pagi maka aku masih bersantai di kamar,
dan saat aku melihat jam dinding ternyata sudah hampir jam 6, astaga aku terlambat bangun. Aku punya janji dengan temanku.
Segeralah aku memasukkan barang ke dalam tas lalu berlari ke kamar mandi.
Pikiranku bercabang kesana kemari. Kamera yang harusnya aku bawa masih berada
di tempat sohibku, aku menyuruh dia agar cepat datang. Sohibku datang tak lama kemudian
temanku juga datang. Cus pancal, jam
06.15 mulai melintas dari arah jalan wonosari km 9 menuju ringroad timur dan
berlanjut ke laksda adisucipto. Rute yang kami ambil kali ini adalah Godean-Minggir-Samigaluh-Suroloyo. Tak jauh dari kecamatan Minggir perjalanan kami
harus terhenti karena godaan indahnya Kali Progo. Perjalanan berlanjut
hingga kami menemukan pasar yang berada di Gerbosari. Persiapkanlah diri untuk melalui
medan yang lumayan terjal. Jalan dengan kemiringan kira-kira 60 derajat akan sering
ditemui. Kurang lebih kami berkendara 2 jam akhirnya kami sampai di puncak tertinggi. Aku
dikejutkan dengan jurang yang berada di samping jalan kami.
Kami
sudah memasuki area Suroloyo yang lokasinya berada di Desa Gerbosari, Samigaluh,
Kulon Progo, Yogyakarta.
Ada tiga
gardu pandang di kawasan ini yang bernama Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Kabut pekat masih menyelimuti pandangan kami.
Suasana masih terlihat sangat sepi. Bahkan pintu TPR pun belum dibuka. Ku lihat gardu pandang tak
begitu jauh untuk didekati. Dan ternyata ada ratusan anak tangga yang sudah
menghadang. Itulah Suroloyo bisa dijangkau dengan berjalan kaki menaiki lebih dari 200 anak tangga dengan kemiringan 30 – 60 derajat. Dari puncak, kami melihat setitik batuan berwarna hitam yang
ternyata adalah Candi
Borobudur, sesekali Merapi dan saudaranya Merbabu menampakkan diri malu-malu
berselimut kabut. Sampailah
kami di bukit tertinggi Pegunungan Menoreh
dengan puncaknya Suroloyo 1091 di atas permukaan laut. Rasanya seperti berada di negeri atas
awan. Kabut berjalan ke arah kanan. Sesekali semilir angin menyambut kedatangan kami.
Dari ketiga pertapaan,
Suroloyolah
yang paling
legendaris. Menurut cerita, di pertapaan inilah RM Rangsang yang kemudian bergelar Sultan
Agung Hanyokrokusumo bertapa untuk menjalankan wangsit yang datang padanya.
Dalam kitab Cabolek karya Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada abad 18, Sultan
Agung mendapat dua wangsit. Pertama, ia akan menjadi penguasa tanah
Jawa sehingga mendorongnya berjalan ke arah barat Kotagede hingga sampai di Pegunungan
Menoreh.
Kedua, ia harus melakukan tapa
kesatrian agar bisa menjadi penguasa. Puncak Suroloyo juga menyimpan mitos.
Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat dari empat
penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa puncak ini adalah
pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke selatan dan dari arah barat ke
timur Pulau Jawa.
Perjalanan berlanjut ke 250 meter arah kiri dan naik ke pertapaan Kaendran, puncak ini tidak
setinggi Suroloyo. Pandangan kami harus tertutup pepohonan yang rimbun di
sekitar gardu. Dari sini kita dapat
melihat pemandangan kota Kulon Progo dan keindahan panati Glagah. Namun saat ini keadaan
gardu pandang memprihatinkan dengan banyak tulisan dan sampah.
Tak lama kami menghabiskan waktu di Kaendran dan kami
berjalan ke puncak
Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan Suroloyo, dari arah kejauhan
terlihat Gunung
Sumbing dan Sindoro. Sebelum mencapai pertapaan itu, terlihat tugu pembatas propinsi DIY dengan
Jawa Tengah yang berdiri di tanah datar Tegal Kepanasan.
pendopo
bagaimana pendapat kalian tentang tulisan di atas?
Tarif
Retribusi :
Pengunjung : Rp 3.000,00/orang
Motor : Rp 1.000,00/motor
Mobil : Rp 3.000,00/mobil
Bus : Rp
5.000,00/bus
Saran :
Persiapkan
kendaraan yang sehat karena medan lumayan ekstrim.
Jangan
lupa isi full bahan bakar karena akan sering melewati jalan sepi yang jarang
ada pemukiman warga.
Komentar
Posting Komentar