SEMILIR ANGIN JEMBATAN PUNDONG

Sabtu sore seperti biasa jadwal mblusuk bareng UPW, tapi ada yang berbeda dari ceritaku sebelumnya. Tim 10 sudah sibuk dengan urusan baru mereka, kuliah atau bahkan kerja. Sekarang penerus yang memulai perjalanan baru blusukan daerah terpencil Bantul. Agendanya berkunjung ke desa Pundong yang terkenal dengan gerabahnya dan hampir sama dengan Kasongan. Menuju arah selatan, jalan parangtritis setelah beberapa saat berkendara ketemu plang bertuliskan arah pundong. Ikuti terus petunjuk jalan hingga menemukan tulisan sentra kerajinan desa wisata panjang rejo. Mayoritas mata pencaharian warga sebagai perajin gerabah. Melihat tangan-tangan tua yang terampil, aku jadi ingin mencoba bermain tanah liat membentuk sebuah hiasan katak yang nantinya akan dijadikan souvenir. Selintas tampak mudah tapi sial ternyata butuh keteliatian juga kesabaran. Awalnya hanya asal mencetak tapi karna salah teknik alhasil cetakanku tidak bisa dikeluarkan dan terpaksa mengulang . Beberapa kali mengulang tapi hasilnya sama tak sempurna. Sebuah acungan jempol ku hadiahkan untuk para perajin gerabah disana. Dengan seni dan kesabaran mereka menghasilkan karya yang luar biasa. 

Perjalanan berlanjut menuju pinggiran sungai oyo. Konsentrasi penuh karena jalanan agak sedikit terjal. Dan tiba di ujung jalan , mataku tertuju pada sebuah jembatan kuning. Jembatan gantung yang menjadi akses jalan warga dari seberang sungai. Segeralah aku turun dan berlari ke tengah. Angin bertiup sangat kencang sehingga aku merasa tubuhku yang kecil ini seperti terbawa angin.  Tak selang beberapa lama, ada motor yang hendak melintas. Aku harus berlari ke ujung. Jembatan ini hanya dapat dilalui satu kendaraan. Jaraknya lebih dari 10 meter. Yang jadi pertanyaan , bagaimana kalau malam menjelang? Tak ada penerangan yang cukup disini. Salah-salah jika lupa tak menyalakan lampu bisa saling bertabrakan kali ya.